Kamis, Juni 19, 2008

Rezim Musharaf Diambang Keruntuhan?

Puluhan ribu pengacara dan aktivis Pakistan turun ke jalan di Islamabad hari Jumat(13/06), menuntut pengangkatan kembali para hakim yang dipecat presiden Pervez Musharraf. Aksi long march itu dimulai di Karachi dengan iring-iringan kendaraan di seluruh Pakistan, dengan puncak acara di Islamabad hari Jumat yang berakhir Sabtu dini hari, setelah dilakukan mogok duduk di depan gedung parlemen.
Ketua Partai Liga Muslim Nawaz, Nawaz Sharif mengatakan di depan para demonstran, Presiden Musharraf akan diadili karena memecat para hakim itu. Para demonstran menanggapi dengan teriakan ‘gantung Musharraf.’ Para pengacara memutuskan untuk melakukan protes setelah pemerintah koalisi gagal memenuhi batas yang ditetapkan bersama, yaitu 12 Mei, untuk mengangkat kembali para hakim yang dipecat Musharraf.
Teriakan ‘Gantung Musharaf’ sepertinya merupakan tanda-tanda keruntuhan rezim Musharraf. Keinginan untuk melangserkan Musharaf memang sangat kuat. Saat terpilih menjadi Perdana Menteri Pakistan Yousaf Riza Gilani, berjanji akan mengurangi kekuasaan Presiden Musharaf yang mendapat dukungan penuh Amerika Serikat.
Pemerintahan baru Pakistan akan mencakup koalisi dengan partai mantan perdana menteri Nawaz Sharif yang digulingkan lewat kudeta militer pimpinan Musharraf pada tahun 1999. Mitra koalisi yang membentuk pemerintahan baru telah berjanji mengalihkan kekuasaan presidensial ke parlementer dan meninjau kebijakan penangkalan terorisme Musharraf. Banyak warga Pakistan tidak mendukung keberpihakan Musharraf terhadap kampanye agresif Washington yang memicu meluasnya aksi pertumpahan darah melawan al-Qaida dan Taliban yang diyakini beroperasi di wilayah Pakistan.
Sementara itu, Presiden Pakistan Pervez Musharraf membantah desas-desus bahwa ia berencana meletakkan jabatan dalam beberapa minggu mendatang. Ia mengatakan ia adalah Kepala Negara terpilih berdasarkan konstitusi dan bahwa ia terus melakukan tugasnya sebagai Presiden. Tetapi , berbicara kepada para wartawan di Islamabad hari Sabtu, ia mengatakan ia mungkin saja mengundurkan diri pada masa depan kalau Parlemen membatasi kekuasaan Presiden sampai pada tingkat tertentu.
Setelah para pendukung politiknya kalah dalam pemilihan umum bulan Februari, lawan-lawannya pertama menyerukan impeachmen terhadapnya, kemudian berhasil meloloskan reformasi konstitusi yang sangat melemahkan kekuasaan Presiden. Posisinya juga semakin melemah setelah dia melepaskan statusnya sebagai Panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Pakistan.
Dosa-Dosa Musharaf
Nasib Musharaf tampaknya tidak berbeda dengan rezim diktator lainnya. Seperti Riza Pahlevi (Iran), Marcos (Philipina), Suharto (Indonesia). Dosa besar rezim ini juga tampaknya sama, menjadi kaki tangan Amerika Serikat. Rezim diktator ini dalam kebijakannya kemudian lebih memilih menyenangkan sang Tuan Besar, dibanding mensejahterakan rakyat. Musharaf selama ini memang dikenal sebagai loyalis Amerika Serikat. Dia menjadi kaki tangan kepentingan negara imperialis itu dikawasan Asia Selatan. Musharaf sangat setia menjalankan agenda-agenda tuan besarnya dalam Perang Melawan Terorisme.
Musharraf merupakan agen utama Amerika di wilayah Pakista-Afghanistan. Dia yang berpihak pada invasi Amerika bahkan memberikan jalan guna memuluskan pembantaian yang dilakukan AS.. Musharraf bergabung dengan Amerika dalam “Perang Melawan Terror” (Perang Terhadap Islam) yang sebenarnya adalah sebuah pernyataan Perang Salib Baru terhadap organisasi-organisasi dan gerakan jihadi di Kashmir. Selama ini gerakan jihadi menjadikan Pakistan sebagai basis dan titik tolak gerakan mereka.
Bersekutu dengan Amerika, sang pengkhianat mendapat kucuran dana ‘haram’ yang lumayan besar. Musharraf berhasil memperlemah basis dan pangkalan para pejuang Mujahidin Khasmir di Pakistan. Dia berhasil melakukan ini, dan inilah membedakkannya dengan pemerintahan Pakistan terdahulu yang senantiasa gagal untuk menutup kamp-kamp mujahidin. Musharraf lalu menahan dan menuntut kaum mujahidin itu dan menyebut mereka sebagai teroris.
Sang Pengkhianat Besar memberikan hadiah terbesar kepada AS. Selama ini negara Paman Sam ini terus menuntut agar Pakistan menarik dukungannya terhadap pejuang Khasmir. Pihak India tentu sangat gembira dengan hal ini dan mereka dengan senang hati menerima istilah baru “Terorisme Islam”, istilah yang dibuat oleh Pemerintahan Bush dalam perangnya melawan Islam. Orang Hindu menyebut perjuangan kaum Mujahidin di Kashmir sebagai sebuah bentuk terorisme.
Tapi sang Tuan ternyata tidak puas. AS menuntut hal lebih dari Musharaf. Meminta dia untuk memerangi kelompok-kelompok yang membantu atau bersimpati terhadap mujahidin Afghanistan . Seorang pejabat di CIA mengancam lewat Koran the New York Times (23 Juli 2007) agar Musharraf menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai kelompok suku itu. Direktur CIA Michael O’Neil mengatakan dua hari setelahnya bahwa Osama Bin Laden berada di di Pakistan di perbatasan dengan Afghanistan. Dia mendesak Musharraf melakukan lebih banyak lagi memobilisasi pasukan di perbatasan.
Pemerintah Amerika mendesak Musharraf melanjutkan pendekatan yang sama atas gerakan-gerakan Islam dan memerangi organisasi-organisasi semacam itu seperti Taliban, Harkatul Mujahidin, (sebelumnya bernama Harkatul Ansar), Jaish e- Muhammad dan mengamankan perbatasan sepanjang 1500 km dengan Afghanistan. Hal ini akan mencegah pejuang Mujahidin untuk mempergunakan wilayah Pakistan untuk melancarkan serangan atas pasukan Amerika dan NATO yang menduduki Afghanistan.
Kunjungan Wakil Menlu AS Negroponte ke Islamabad pada Juli 2007 diduga untuk memastikan Pakistan benar-benar berada dalam posisi perang total melawan terorisme. Negropente yang dikenal spesialis dalam hal menyulut dan memprovokasi perang saudara dan pertumpahan darah , ingin memastikan Musharraf, yang terus mengkhianati kaum Muslim, tetap dapat terus berkuasa dan mengabdikannya dirinya untuk melayani kepentingan Amerika. Negroponte mengakui bahwa selama kunjungannya ke Pakistan itu dia mendiskusikan isu yang berkaitan dengan serangan militer di wilayah yang dikuasai suku-suku itu.
Bagi Musharaf, menjalankan perintah AS adalah kewajiban. Meskipun dia harus menumpahkan darah kaum muslimin, yang sebenarnya rakyatnya sendiri yang harus dilindungi. Musharraf telah memobilisasi tentaranya di wilayah persukuan itu di perbatasan Afghanistan di Waziristan dan Balukhistan dan terus menambah tentaranya hingga 80 atau 90 ribu pasukan di sepanjang perbatasan Afghan.
Pada 26/10/2007 dia telah melancarkan serangan kilat kepada kaum muslim di lembah Swat wilayah Timur Laut Peshawar hanya karena kaum muslimin di wilayah itu ingin menerapkan Hukum Islam. Semuanya ini dilakukan untuk menyulut perang yang dicontohkan oleh Wahington yang ingin agen bayarannya Musharraf untuk tetap. Musharaf untuk menimbulkan konflik horizontal antara tentara Pakistan dan rakyatnya sendiri.
AS tetap saja tidak puas. Negara itu tetap mengecam Musharaf, apalagi setelah militer Pakistan melakukan kesepakatan damai dengan kelompok Islam diperbatasan Pakistan-Afghanistan. Negara imperialis ini tidak ingin ada kesepakatan itu, mereka ingin tetap terjadi konflik antara militer Pakistan dan rakyatnya. Rice mengkritik perjanjian itu dalam pidatonya di depan Konggres tanggal 16/2/2007. Pada hari yang sama Wakil Presiden Amerika Dick Cheney berbicara menentang perjanjian ini selama kunjungannya ke PakistanMusharaf dianggap lemah menghadapi kelompok Islam.
Untuk membuktikan dirinya masih kuat, Musharaf kemudian melakukan pembantaian terhadap ulama dan para santri Masjid Lal (Mesjid Merah) di pertengahan bulan Juli 2007. Padahal sebenarnya sudah hampir tercapai kesepakatan damai setelah para ulama besar Pakistan menjadi mediator. Namun, Musharaf lebih memilih melakukan penyerangan yang menimbulkan korban jiwa. Atas tindaknnya itu, sang diktator mendapat pujian dari Amerika Serikat.
Ditinggalkan Sang Tuan
Musharraf memutus hubungannya dengan Islam dan kaum Muslim: Dia telah berdiri di sisi Amerika dalam melakukan serangan terhadap Afghanistan, memobilisir tentaranya hingga terjadinya pertumpahan darah di wilayah yang dikuasai suku-suku itu, melakukan pembantaian di Waziristan dan Balukhistan, dan menyerang Mesjid Merah dengan senjata pemusnah, menyerahkan Kashmir, menghinakan kaum cendekiawan dan pelajar sekolah-sekolah Islam, dan mencoba untuk menghentikan dakwah Islam. Daftar kejahatannya akan panjang! Musharraf telah ditolak dan menjadi orang yang tidak tersentuh ( untouchable) bagi kaum muslim dan tidak mendapatkan dukungan bagi pencalonan dirinya untuk masa kedua jabatan kepresidenannya.
Maka Amerika tidak memiliki pilihan selain mencari dukungan dari kaum sekular yang setia pada Inggris dalam usahanya untuk terus menjaga kaki tangannya itu untuk tetap berkuasa. Dan itu diperoleh dengan membuat kesepakatan dengan Benazir Bhutto dan partainya. Setelah perjanjian ini, Bhutto tiba-tiba menjadi orang yang bersih dan dikesankan sebagai seorang pemimpin yang memiliki integritas, sementara melupakan kenyataan bahwa dia pernah dituduh melakukan korupsi dan penyimpangan oleh Musharraf sendiri dan dibuang dari negaranya. Setelah Butho terbunuh, sekarang AS berusaha merapatkan diri kepemerintahan baru sekarang.
Nasib Musharaf tampaknya akan sama dengan diktator lainnya. Rezimnya akan segera berakhir. Setelah ditinggal rakyatnya sendiri karena bertindak kejam kepada rakyat, sang diktator pun harus dicampakkan oleh Tuan Besarnya sendiri. Hal itu setelah sang Tuan Besar (Amerika Serikat) melihat Musharaf tidak bisa dipertahankan lagi. Sang diktator bukan hanya dihinakan oleh rakyat dan Tuan besarnya. Musharaf juga jelas akan dihinakan oleh Allah SWT atas pengkhianatannya kepada Islam, umat Islam dan para ulama. (Farid Wadjdi)

Tidak ada komentar: